pagi itu sekitar pukul lima, deringan alarm handphone terus berbunyi semakin kencang. seperti biasanya aku akan mencoba meraihnya untuk sekadar mengecek waktu atau bahkan menghancurkan suaranya. dengan menekan tombol “home” berakhir sudah kuasanya.

tapi kemudian aku memutuskan untuk beranjak, meski barisan-barisan pulau masih tertata rapi dalam samudra bernama pipi. hahaha. kau tau apa itu lah. membuka jendela disudut kamar. rupanya sangat sulit, mungkin karena mata yang masih terganjal jalinan benang mata yang kujahit semalam. tak kuasa benar aku membukanya. ternyata hanya sebuah tembok yang berhias paku-paku. aku fikir aku dalam rumahku dulu yang penuh dengan jendela, nyatanya itu hanya euforia tentang masa lalu. Lanjutkan membaca “Freddy and jason atau aku dan kamu”